Mukadimah
وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ ءَامِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا
رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ
لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah
membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram,
rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya)
mengingkari ni`mat-ni`mat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (Q.S. an-Nahl
: 112)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan :
فَأَذَاقَهَا
اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Karena
itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan
apa yang selalu mereka perbuat.” Yakni, memakaikan dan menimpakan
kelaparan kepada penduduk Mekkah, setelah sebelumnya mereka memperoleh berbagai
jenis buah-buahan dan rezekinya datang
dari segala penjuru dengan melimpah ruah. Yang demikian itu disebabkan mereka
mendurhakai Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan menentangnya. Kemudian beliau berdoa,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari sbb :
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ إِذْ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَسْجُدَ اللَّهُمَّ نَجِّ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي
رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ
بْنَ الْوَلِيدِ اللَّهُمَّ نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ
اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ
كَسِنِي يُوسُفَ
Abu
Hurairah berkata, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam shalat Isya, beliau berkata “sami'allahuliman
hamidah,” kemudian beliau berkata sebelum sujud, Ya Allah selamatkanlah
Al-Walid ibnu al-Walid, Ya Allah selamatkanlah orang-orang yang lemah dari
golongan mukminin, Ya Allah jadikanlah tindasanmu atas mereka itu tahun-tahun
(kepayahan) sebagimana tahun-tahun (kepayahan) Nabi Yusuf. (H.R al-
Bukhari).
Doa Nabi dikabulkan oleh Sang Pencipta
Langit dan Bumi beserta Isinya, mereka ditimpa bencana berupa kekurangan pangan
selama tujuh tahun seperti yang menimpa kaum Nabi Yusuf. Mereka ditimpa dengan
kekeringan yang melenyapkan sesuatu, sehingga mereka memakan kotoran unta yang
dicampur dengan darahnya jika mereka menyembelihnya.
Itulah Qunut yang dilakukan Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, yaitu mendoakan kebaikan kepada seseorang dan keburukan kepada suatu kaum
yang tidak tahu diri.
أخبرنا
المبارك بن أحمد قال أنبأنا الحسن بن مرزوق قال أنبأنا أحمد بن علي قال أخبرني عبد
الله بن أبي الفتح قال حدثنا المعافى بن زكريا قال حدثنا محمد بن مرزوق قال حدثنا
محمد بن عبد الله الأنصاري قال حدثنا سعيد بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس أن النبي
صلى الله عليه وسلم كَانَ لا يَقْنُتُ إِلاَ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ دَعَا عَلىَ قَوْمٍ
Anas
ra, berkata, “Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. tidak Qunut melainkan apabila hendak mendoakan
kebaikan bagi suatu kaum atau kecelakaan atas suatu kaum.” (at-Tahqiq fii
hadiitsil-khilaf Juz I Hal 186)
حَدَّثَنَا
مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَأُقَرِّبَنَّ صَلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِنْ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَصَلَاةِ الْعِشَاءِ
وَصَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ مَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَيَدْعُو
لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ
Abu
Hurairah r.a. berkata, “Sungguh akan aku tunjukkan kepadamu shalat Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,
maka Abu Hurairah qunut pada rakaat yang akhir dari shalat zhuhur, isya dan
shubuh, setelah mengucapkan sami'allahu liman hamidah, ia mendoakan keselamatan
kaum mukmin dan ia melaknat kaum kafir.” (H.R al-Bukhari)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ يَزِيدَ
عَنْ هِلَالِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَنَتَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ
يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
Ibnu
‘Abbas r.a. berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. pernah berqunut satu bulan
berturut-turut pada shalat zhuhur, ‘asar, maghrib, Isya dan shubuh pada akhir
tiap-tiap shalat sesudah mengucapkan sami'allahuliman hamidah, yaitu pada rakaat
yang akhir. Ia mendoakan kecelakaan atas suatu kaum yang bernama, Ra'lin,
Dzakwan, dan Ushayyah dari kaum Bani Sulaim, sementara makmum yang
dibelakangnya mengaminkannya.” (H.R Abu Dawud)
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ
شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ
يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
Abu
Hurairah r.a. berkata, “Sesungguhnya apabila hendak mendo’akan kecelakaan
atas seseorang atau kebaikan bagi seseorang, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam qunut sesudah rukuk.” (H.R
al-Bukhari)
Para Ulama fiqih telah sepakat, bahwa
doa qunut itu tidak boleh dikerjakan di shalat Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib,
isya, melainkan di waktu ada bencana yang menggoncang kaum muslimin.
Pengertian Qunut
A. Qunut
dari segi bahasa berasal dari قَنَتَ –
يَقْنُتُ– قُنُوْتًا
Artinya
merendahkan diri, taat, patuh, tunduk.
B.
Qunut dari segi syar'I
ialah Do’a
yang dipanjatkan pada waktu adanya nazilat (musibah yang menimpa kaum muslimin)
atau mendo’akan kebaikan atau keburukan kepada seseorang atau suatu kaum dan dilakukan
pada rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku, sesudah membaca “Sami'allahu
liman hamidah”, pada setiap shalat fardhu.
Adapun Qunut khusus di shalat shubuh, maka para
ulama terpecah menjadi dua Firqah, yaitu yang membolehkan, menganjurkan bahkan menganggapnya termasuk "SUNAT AB'ADH", yang apabila ditinggalkan mesti sujud sahwi dan yang lain melarang
qunut pada shalat shubuh.
Mari kita lihat pendapat
masing-masing firqah, serta mengkritisinya dengan pemahaman Ulumul Hadits dan
Ushul fiqih, lalu kemudian kita menetapkan pilihan mana yang kita sepakati,
karena kita tidak boleh mengikuti sesuatu yang kita tidak punya pengetahuan
padanya, karena Allah swt telah berfirman :
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (Q.S al-Israa : 36)
Para Imam Madzhab
Imam Abu
Hanifah Rahimahullah berkata :
*إِذَا
صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِي
“Jika Hadits itu
shahih maka itulah Mazhabku”
*
لا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ بِقَوْلِنَا مَالَمْ يَعْلَمْ مِنْ أَيْنَ
اَخَذْنَاهُ. وفى رواية : حرَاَمٌ عَلىَ مَنْ لمَ ْيَعْرِفْ دَلِيْلِى أَنْ يُفْتِيَ بكِلَاَمِيى، زاد في
رواية : فَإِنَّنَا بَشَرٌ نَقُوْلُ الْقَوْلَ الْيَوْمَ وَنَرْجِعُ عَنْهُ غَدًا.
“Tidak halal
(haram) bagi seseorang mengikuti perkataan kami (para imam) bila ia tidak tahu dari mana kami
mengambil sumbernya. Dan dalam satu riwayat : Haram bagi orang yang tidak
mengetahui dalilku untuk menfatwakan ucapanku. Ia menambahkan dalam suatu
riwayat : Sesungguhnya kami adalah manusia biasa, hari ini mengucapkan sesuatu
dan kemungkinan besok mencabutnya kembali.”
* إِذَا قُلْتُ قَوْلًا يُخَالِفُ كِتَابَ اللهِ وَخَبَرَ الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم فَاتْرُكُوْ قَوْلِى (صفة
صلاةة النبي)
“Apabila aku
mengucapkan sesuatu yang menyalahi Kitab Allah dan Khabar Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. maka
tinggalkanlah ucapanku itu.” (Shifatu shalaati an-Nabi hal 25)
Imam
Syafi'i Rahimahullah berkata :
* أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلعم لم يحل
له أن يدعها لقول أحد.
“Telah sepakat
umat Islam, manakala telah jelas sunnah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, maka tidak halal
baginya untuk meninggalkannya hanya karena ucapan seseorang.”
*
إذا وجدتم فى كتابى خلاف سنة رسول الله صلعم فقولوا بسنة رسول الله صلعم ودعوا ما
قلت. وفى رواية : فاتبعوها ولا تلتفنوا إلى قول أحد.
“Bila
kalian menemukan sesuatu dalam kitabku yang berlainan (bertentangan) dengan sunnah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, maka katakanlah sunnah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan tinggalkanlah apa yang aku
katakan. Dalam satu riwayat : Ikutilah sunnah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan janganlah
menoleh pada ucapan seseorang.”
* إذا صح
الحديث فهو مذهبى.
“Apabila hadits
itu shahih, maka itulah madzhabku”
*
كل مسألة صح فيها الخبر عن رسول الله صلعم عند أهل النقل بخلاف ما قلت فأنا راجع
عنها فى حياتى وبعد موتى.
“Setiap
masalah yang telah nyata shahihnya sebuah hadits dari Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menurut
ahli hadits, akan tetapi menyalahi apa yang aku katakan, maka aku akan kembali,
baik di masa hidupku maupun di masa setelah aku mati.”
*
إذا رأيتمونى أقول قولا وقد صح عن النبي صلعم خلافه فاعلموا أن عقلى قد ذهب.
“Apabila kamu
melihat aku mengucapkan sesuatu padahal telah jelas ada hadits shahih dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam yang menyalahi ucapanku, maka ketahuilah sesungguhnya akalku telah hilang.”
* كل حديث عن
النبي صلعم فهو قولى وإن لم تسمعوه منى. (صفة صلاة النبي )
“Setiap
hadits dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam adalah ucapanku, meskipun kamu tidak mendengarnya dariku.”
(Shifatu Shalaati an-Nabi hal 29).
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata :
* إنما
أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيى, فكل ما واقف الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم
يوافق الكتاب والسنة فاتركوه.
“Sesungguhnya aku
ini hanyalah manusia biasa, (kadang) salah dan (kadang) benar, maka
perhatikanlah pendapatku setiap yang cocok dengan Kitab dan Sunnah, maka
ambilllah olehmu, dan setiap yang tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka
tinggalkanlah."
* ليس أحد بعد النبي صلعم إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلعم.
“Tidak ada seorangpun selain Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam kecuali
ucapannya boleh diambil dan boleh ditinggalkan.”
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
* لا تقالدنى ولا تقلد مالكا ولا شافعي ولا الأوزاعى ولا الثورى,
وخذ من حيث أخذوا.
“Janganlah kamu
taqlid padaku, dan jangan pula taqlid kepada Imam Malik, Syafi’I, al-Auza’I
serta ats-Tasuri. Ambillah dari mana mereka mengambil.”
*
لاتقلد دينك أحدا من هؤلاء ما جاء عن النبي صلعم وأصحابه فخذ به ثم التابعين بعد,
الرجل فيه مخير. وقال مرة : الإتباع, أن يتبع الرجل ما جاء عن النبي صلعم وعن
أصحابه ثم هو بعد التابعين مخير. (صفة صلاة النبي )
“Janganlah
kamu taqlid kepada seseorang dalam agamamu, apa-apa yang datang dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
dan shahabatnya, ambillah, kemudian para tabi’in dan setelahnya (tabi’in),
seseorang boleh memilihnya. Di lain waktu ia berkata : Ittiba’ itu ialah
seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan para shahabatnya, kemudian
setelah tabi’in boleh memilihnya. (Shifatu Shalaati an-Nabi, hal 31).
A. Dalil yang digunakan golongan yang
membolehkan Qunut shubuh
Hadits pertama :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ يَعْنِي الرَّازِيَّ
عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ
الدُّنْيَا
Dari
Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidak meninggalkan qunut pada shalat
shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.” (H.R Ahmad)
حديث أن النبي
صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوْا عَلَى قَاتِلِي أَصْحَابِهِ بِبِئْرِ
مَعُوْنَةَ ثُمَّ تَرَكَ فَأَمَّا فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
(
الدارقطني من حديث عبيد الله بن موسى عن أبي جعفر الرازي عن الربيع بن أنس
عن أنس)
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam pernah berdoa Qunut selama satu Bulan, yaitu mendoakan (kecelakaan) atas
orang-orang yang membunuh shahabat – shahabatnya di Bi’r Ma’unah, kemudian
beliau berhenti, adapun shalat shubuh maka beliau tak putus-putus berqunut,
sehingga beliau meninggal dunia. (H.R ad-Daruqutni)
حدثنا أحمد بن
إسحاق بن بهلول حدثنا أبي حدثنا عبيد الله بن موسى ح وحدثنا أبو بكر النيسابوري
حدثنا أحمد بن يوسف السلمي ثنا عبيد الله بن موسى ثنا أبو جعفر الرازي عن
الربيع بن أنس عن أنس ثم أَنَّ النبي صلى
الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوْا
عليهم ثم تركه وأما في الصبح فلم يزل
يقنت حتى فارق الدنيا
Dari
ar-Rabi’ bin Anas, dari Anas, “Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melakukan qunut selama
satu bulan, beliau mendo’akan kecelakaan bagi mereka kemudian meninggalkannya,
dan adapun pada waktu shubuh beliau terus menerus qunut ssehingga meninggal
dunia.” (H.R. al-Baihaqi)
عن
الربيع بن أنس قال قال رَجُلٌ لِأَنَسْ بِنَ مَالَكٍ أَقَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم شَهْرًا يَدْعُوْ
عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ قَالَ فَزَجَرَهُ أَنَسْ وَقَالَ مَا زَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Dari
ar-Rabi' bin Anas ia berkata, “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Anas
bin Malik, betulkah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam pernah berqunut selama satu bulan, yaitu
bendoakan kecelakaan untuk satu kabilah dari bangsa Arab?, Berkata (Rabi’),
lalu Anas menegur dia dengan keras sambil berkata, tidak putus-putus Rasulullah
Shallallaahu 'Alaihi Wasallam berqunut di shalat shubuh sehingga beliau meninggal dunia.” (H.R Ishaq
bin Rawahih)
Keterangan
:
Penjarahan
terhadap rawi :
Pada
sanad ketiga hadits ini ada rawi yang bernama Abu Ja'far Ar-Razi.
Komentar para
ulama :
Abdullah bin
Ahmad berkomentar, “Ia tidak kuat.”
‘Ali al-Madini
berkomentar, “Dia itu mukhtalith (bercampur ingatan).”
Abu Zur’ah
berkomentar, “Dia telah banyak tertuduh dusta”
‘Amr bin ‘Ali
al-Falas, “Dia jujur, namun hafalannya jelek.”
(Nailul Authar
2 : 386)
Imam
Ibnu Taimiyah berkata, ”Ia itu tukang Pemalsu Hadits.”
Dalam
sanad hadits tersebut terdapat nama Abu Ja’far ar-Razi, dia lemah dan haditsnya
tidak dapat dijadikan hujjah, karena tidak masuk akal, seandainya Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melakukan qunut shalat shubuh sepanjang hidupnya, lalu para khalifah
setelah Nabi meninggalkannya (qunut), bahkan Anas sendiri tidak melaksanakan
qunut pada waktu shubuh, sebagaimana riwayat shahih darinya.
Andaikan
keshahihan hadits ini dapat diterima, maka seyogyanya pengertian qunut disana
diartikan bahwasannya Nabi memanjangkan berdiri setelah ruku’ untuk berdo’a,
serta memuji, hingga Nabi wafat. Maka ini pula salah satu dari pengertian qunut
dan memang inilah yang cocok sebagaimana (dimaksud) dalam hadits ini. (Fiqh
Sunnah 1 : 199)
Bagaimana
mungkin sanadnya shahih? Sedangkan yang meriwayatkan hadits ini al-Rabi’,
yakni Abu Ja’far Isa bin Mahan, padahal dia diperbincangkan. Menurut Ibnu
Hanbal serta Nasai bahwa dia itu tidak kuat/lemah, dan berkata Abu Zur’ah : Dia
telah banyak tertuduh dusta, dan berkata al-Falas : Jelek hafalannya, dan
berkata Ibnu Hibban : Dia suka menceritakan hadits-hadits yang munkar dari orang-orang
masyhur.” (al-Jauhar an-Naqi 2 : 201).
Anas
sendiri tidak mengatakan : “Dan Nabi senantiasa melakukan qunut setelah
ruku’ sambil mengeraskan suaranya dengan do’a : Allaahumma ihdini fii man
hadaita.” (Zaadul Ma’aad : 1 : 71)
Kalaulah
hadits itu shahih, maka sama sekali tidak menunjukkan atas qunut tertentu
(qunut shubuh). (Zaadul Ma’aad 1 : 70).
Hadits
ini menyalahi hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, al-Khatib dan Ibnu
Majah dari Anas, bahwasannya Nabi tidak melakukan qunut pada shalat shubuh,
kecuali mendo’akan keselamatan satu kaum dan atau mendo’akan kecelakaan atas
satu kaum. (Fiqh Sunnah 1 : 198).
Mereka
menerangkan tentang hadits Anas, bahwasannya hadits tersebut dha’if dan tidak
dapat dijadikan hujjah, karena diriwayatkan oleh perawi Abu Ja’far ar-Razi, dan
dia sekalipun dianggap kuat oleh segolongan, tetapi tetap masih
diperbincangkan, serta menambah kuat kedha’ifan hadits itu, yakni diriwayatkan
oleh al-Khatib dari jalan Qais bin Rabi dari ‘Asyim bin Sulaiman, ia berkata :
“Kami bertanya kepada Anas bin Malik tentang suatu kaum yang mengira
bahwasannya Nabi melakukan qunut di waktu (shalat) fajar, Anas menjajwab
:”Mereka itu dusta, sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam hanya melakukan qunut selama
satu bulan untuk mendo’akan kecelakaan kepada suatu kaum yang ada di Arab.”
Berkata
Ibnul Qayyim dalam al-Hadyu, “Qais bin Rabi, walaupun tidak didha’ifkan oleh
Yahya, akan tetapi Qais telah dianggap tsiqat oleh yang lain, dia tidak di
bawah Ja’far ar-Razi, maka mana mungkin Abu Ja’far dapat dijadikan hujjah, atas
ucapannya : “Nabi senantiasa qunut sehingga meninggal dunia.”
Sedang
Qais tidak bisa dijadikan hujjah dalam hadits ini, padahal Qais lebih kuat
daripadanya (Abu Ja’far), atau setara dengannya, ditambah (pula) orang-orang
yang mendha’ifkan Ja’far lebih banyak daripada orang-orang yang mendha’ifkan
Qais. (al-Fathu ar-Rabani 3 : 304)
Hadits Kedua
عن ابن سيرين
أن أنسا بن مالك سئل : هل قنت النبي صلعم في صلاة الصبح ؟ فقال : نعم, فقيل له :
قبل الركوع أو بعده ؟ قال : بعد الركوع (رواه الجماعة إلا الترمدي)
Dari
Ibnu Sirin, sesungguhnya Anas bin Malik ditanya, “Apakah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melaksanakan
qunut pada shalat shubuh?” Maka ia menjawab, “Ya”, maka ia ditanya
lagi, “Sebelum ruku atau sesudahnya?” Ia menjawab, “Setelah ruku’”.
(H.R al-Jama’ah, kecuali at-Tiirmidzi).
Keterangan
:
و
فى هذا الإستدلال نظر, لأن القنوت المسؤول عنه هو قنوت النوازل كما جاء ذالك صريحا
فى رواية البخاري ومسلم
a.
Dalam masalah ini perlu peninjauan kembali, karena qunut yang ditanyakan
kepadanya itu adalah qunut nazilah, sebagaimana telah terdapat secara sharih
(jelas) dalam hadits al-Bukhari dan Muslim. (Fiqh Sunnah 1 : 198).
وكذالك
ما رواه ابن ماجه عن أنس بن مالك قال : سئل عن القنوت فى صلاة الصبح, فقال : كنا
نقنت قبل الركوع وبعده
b.
Demikian pula hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Anas bin Malik, ia
berkata, “Ia telah ditanya tentang qunut pada shalat shubuh,” maka ia
menjawab, “Adalah kami suka melakukan qunut sebelum ruku’ dan sesudahnya.”
(H.R Ibnu Majah, 1 : 374)
و
للبخاري عن أنس أنه سئل عن القنوت, فقال : قد كان القنوت, فقيل له قبل الركوع أو
بعده ؟ قال : قبله. قيل : فإن فلانا أخبر عنك أنك قلت بعد الركوع, قال : كذب إنما
قنت رسول الله صلعم بعد الركوع شهرا أراه كان بعث قوما يقال لهم القراء زهاء سبعين
رجلا إلى قوم من المشركين
c. Dan
menurut al-Bukhari dari Anas r.a. bahwasannya Anas ditanya tentang
qunut. Maka ia menjawab, “Sesungguhnya qunut itu ada,” maka ia ditanya
lagi, “Sebelum ruku’ atau setelahnya?”. Ia menjawab, “Sebelumnya.”
Sesungguhnya si Fulan telah mengabarkan darimua, bahwasannya kamu mengatakan
sesudah ruku’. Anas menjawab, “Bohong!, hanyasannya Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
melakukan qunut sesudah ruku’ selama satu bulan, yang aku mengira, beliau
mengutus satu kaum bernama AL-QURA, kira-kira sebanyak 70 orang kepada kaum
musyrikin.” (H.R. al-Bukhari 1 : 178)
أما
المراد بالقنوت قبل الركوع, فهو طول القيام بقراءة سورة طويلة. فإن الصبح تطول فيه
القراءة كما ثبت فى الحديث الصحيح
d.
Adapun yang dimaksud qunut sebelum ruku’
adalah memanjangkan berdiri sambil membaca surat yang panjang, karena shalat
shubuh dilaksanakan dengan bacaan surat-surat yang panjang, sebagaimana yang
telah diterangkan di dalam hadits shahih.
Hadits Ketiga :
قال الربيع
للشافعي : قلت : فأنت تقنت في الصبح بعد الركوع ؟ فقال : نعم, لأن النبي صلعم قنت
ثم أبا بكر ثم عمر ثم عثمان (المجموع)
Rabi’
berkata : Aku bertanya kepada asy-Syafi’I, “Kamu suka melakukan qunut pada
waktu shubuh sesudah ruku’?” ia menjawab “Ya”, sebab sesungguhnya
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam pernah melakukan qunut, demikian pula Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman.”
(al-Majmu’)
Keterangan
:
a. Hadits ini dan yang sebelumnya (hadits dari
Awwam bin Hamzah), bertentangan dengan hadits yang shahih dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, yaitu
:
عن
أبي مالك الأشجعى قال : قلت لأبى يا أبت إنك قد صليت خلف رسول الله صلعم وأبى بكر
وعمر وعثمان وعلي ههنا بالكوفة قريب من خمس سنين, أكانوا يقنتون ؟ قال : أي بني
محدث. (رواه أحمد والترمذي وصححه وابن ماجه)
Dari Abi Malik
al-Asyja’I, ia berkata, “Aku bertanya kepada bapakku, wahai bapakku.
Sesungguhnya engaku shalat bersama Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman
di kuffah kira-kira 5 tahun, apakah mereka suka melakukan qunut?, ia
menjawab, “Wahai anaku! Itu adalah perkara bid’ah.” (H.R Ahmad dan
at-Tirmidzi dan ia menshahihkannya serta menurut Ibnu Majah)
Dalam riwayat
lain, “Apakah mereka itu melakukan qunut pada waktu (shalat) fajar?”.
b.
Dan menurut riwayat an-Nasai dengan lafazh sebagai berikut, “Aku melakukan
shalat di belakang Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, maka beliau tidak melakukan qunut, demikian
pula di belakang Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, kemudian ia berkata, “Wahai
anakku! Itu bid’ah.” (Nailul Authar 2 : 160, al-Fathu ar-Rabbani 3 : 309).
Dan berkata
al-Hafidz dalam al-Talkhis, “Sanadnya hasan” (Nailul Authar 2 : 358,
al-Fathur Rabbani 3 : 310).
Berkata Abu
Isa, “Hadits ini hasan, dan hadits itu diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu.”
(Tuhfatu al-Ahwadzi 2 : 436).
Hadits
Keempat :
* عن طارق قال : صليت خلف عمر الصبح فقنت
Dari
Thariq berkata, “Aku shalat shubuh di belakang ‘Umar, dan dia melakukan
qunut.”
* عن عبيد بن عمير قال : سمعت عمر يقنت ههنا فى الفجر بمكة.
Dari
‘Ubaid bin Umar, ia berkata, “Aku mendengar bahwasannya ‘Umar qunut pada
waktu shalat di Makkah.”
* عن لأسود
قال : صليت خلف عمر بن الخطاب فى السفر والحضر فما كان يقنت إلا في صلاة الفجر.
Dari
Aswad, ia berkata, “Aku pernah shalat di belakang ‘Umar bin Khaththab, baik
dalam safar atau muqim, maka ia tidak melakukan qunut, kecuali pada shalat
fajar.”
* عن أبي
عثمان النهدي قال : صليت خلف عمر ست سنين فكان يقنت (السنن الكبرى)
Dari
Abu ‘Utsman an-Nahdi, ia berkata, “Aku shalat bersama ‘Umar r.a kurang lebih
selama 6 tahun, dan ia suka melakukan qunut (shubuh).” (Al-Sunan al-Kubra 2
: 203)
* حدثنا هشيم قال أخبرنا علي بن زيد قال أخبرنا أبو عثمان النهدي
قال صليت خلف عمر بن الخطاب صلاة الصبح
فقنت قبل الركوع
Telah
berkata Abu Utsman an-Nahdi, “Aku shalat di belakang Umar bin Khathab pada
shalat shubuh, dan ia berqunut sebelum ruku’.” (H.R Abi Syaibah)
Keterangan
:
Riwayat-riwayat
yang disampaikan oleh al-Baihaqi dari ‘Umar tentang qunut tidak luput dari
penelitian, sebagaimana telah dijelaskan, maka aku tidak tahu dari mana
masyhurnya hadits itu, padahal justru yang masyhur dari ‘Umar itu, yaitu tidak
melakukan qunut. Berdasarkan sanad-sanad yang shahih, ialah :
* علقمة والأسود, قال : صلي بنا عمر زمانا لم يقنت.
Dari ‘Alqamah
dan al-Aswad, ia berkata, “Kami telah shalat bersama ‘Umar dalam jangka
waktu lama, maka dia tidak melakukan qunut (shubuh).
* عن الأسود قال : صليت مع عمر في السفر والحضر ما لا أحصى فكان لا
يقنت فى الصبح.
Dari Aswad, ia
berkata, “Aku shalat bersama ‘Umar baik dalam keadaan safar maupun dalam
keadaan muqim, yang tidak terhitung lamanya, maka ‘Umar tidak melaksanakan
qunut di waktu shubuh.”
* عن علقمة قال : ما قنت أبو بكر ولا عمر ولا عثمان ولا قنت علي
حتى حارب أهل الشام فكان يقنت.
Dari ‘Alqamah,
ia berkata, “Adalah Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali tidak melakukan qunut
sampai terjadinya peperangan antara penduduk Syam, maka baru mereka melakukan
qunut (nazilah).
* عن الأسود قال : صحبت عمر ابن الخطاب ست سنين فلم أره قانتا فى
صلاة الفجر (الجوهر النقى)
Dari al-Aswad,
ia berkata, “Aku pernah menyertai ‘Umar, kurang lebih selama 6 tahunan, dan
aku belum pernah melihatnya melakukan qunut pada shalat fajar.” (al-Jauhar
an-Naqi 2 : 204)
Hadits kelima :
رواه الحسن بن
سفيان عن جعفر بن مهران عن عبد الوارث عن عمرو عن الحسن عن أنس قال صليت
مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم يزل يقنت في صلاة الغداة حتى فارقته وخلف
أبي بكر كذلك وخلف عمر كذلك وغلط بعضهم فصيره عن عبد الوارث عن عوف فصار ظاهر
الحديث الصحة وليس كذلك بل هو من رواية عمرو وهو بن عبيد رأس القدرية ولا يقوم
بحديثه حجة
Dari
Anas bin Malik, ia berkata, “Saya shalat di belakang Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, maka
beliau tak putus-putusnya berqunut di shalat pagi sehingga saya berpisah dengan beliau, dan
saya pun bermakmum di belakang Abu bakar ia berqunut, dan begitupun di belakang
Umar beliau berqunut.” (H.R al-Hasan bin Sufyan)
Keterangan :
Penjarahan
terhadap rawi :
Pada
sanad hadits ini terdapat rawi yang bernama ‘Amir bin Ubaid.
Komentar para
ulama :
Imam
Ahmad, Ibnu Ma’in, an-Nasai, dan lainnya Berkomentar, “Ia dari golongan Qadariah serta tukang
dusta. Hadits tersebut dha’if”
Qodariyah
adalah firqah yang berpendapat Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum sesuatu
itu terjadi.
Hadits Keenam :
روى الحاكم في
المستدرك من طريق عبد الله بن سعيد المقبري عن أبيه عن أبي هريرة قال كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا
رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ فِي الرَّكَعَةِ الثَانِيَةِ
رَفَعَ يَدَيْهِ فَيَدْعُوْ بِهَذَا الدُّعَاءِ : اللهم
اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر
ما قضيت
Dari Abu
Hurairah r.a ia telah berkata, adalah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam apabila mengangkat
kepalanya dari ruku shalat shubuh pada rakaat yang kedua, beliau mengangkat kedua
tangannya lalu berdoa dengan doa :
اللهم اهدني
فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما
قضيت إلخ
(H.R. al-Hakim,
dan ia menshahihkannya)
Keterangan :
Penjarahan
terhapat rawi :
Pada
sanad hadits ini terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Said al-Maqbari, dan
ia tidak dapat dijadikan hujjah. (Subulus-salam I : 185)
Komentar para
ulama :
Imam
Ahmad, Ibnu Main & Yahya bin said, mereka berkomentar, ia itu Dhaif
(lemah).
Hadits Ketujuh :
وللبيهقي عن ابن عباس قال : كان رسول الله صلعم
يعلمنا دعاء ندعو به في القنوت من صلاة الصبح أللهم اهدني فيمن هديت إلخ.
Menurut
riwayat al-Baihaqi dari Ibnu ‘Abbas r.a, ia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
mengajarkan kepada kami do’a yang mesti kami baca do’a tersebut pada qunut
shubuh : Allaahumma ihdinii fii man hadaita, (sampai akhir).”
Keterangan
:
Pada
sanadnya terdapat nama ‘Abdurrahma bin Hurmuz, dan dia itu lemah.
(Subulus-salam I : 187)
Hadits Kedelapan :
وعن الحسن بن علي عليهما السلام : علمني رسول الله
صلعم كلمات أقولهن في قنوت الوتر : أاللهم اهدنى فيمن هديت ..... (رواه ابن ماجه
والترمذي)
Dari
Hasan bin ‘Ali a.s, ia berkata : Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah mengajarkan kepadaku
beberapa kalimat yang aku mesti ucapkan pada qunut witir : Allaahumma ihdinii
fiiman hadaita.” (H.R. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)
Keterangan
:
Pada
hadits ini tidak terdapat keterangan yang menunjukkan disyari’atkannya qunut
shubuh, namun hadits ini berkaitan dengan qunut witir.
Disamping
itu, an-Nawawi menyatakan dalam “al-Khulashah”, bahwa hadits itu
bersanad dha’if, -yang diikuti- Ibnu Rif’ah, ia mengatakan bahwa hadits itu
tidak kuat (Nailul Authar 3 : 49)
Hadits Kesembilan :
رواه
البيهقي من طرق أحدها عن بريد بالموحدة والراء تصغير برد وهو ثقبة بن أبي مريم
سمعت ابن الحنفية وابن عباس يَقُوْلَانِ
كَانَ النبي صلى الله عليه وسلم يَقْنُتُ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ ووِتْرِ اللَّيْلِ
بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ وَفِي إسْنَادُهُ مَجْهُول وروى من طريق أخرى وهي
التي ساق المصنف لفظها عن ابن جريج بلفظ يعلمنا دعاء ندعو به في القنوت من صلاة
الصبح وفيه عبد الرحمن بن هرمز ضعيف
Buraid
bin Abi Maryam berkata, saya pernah mendengar dari Abu Hanafiah dan Ibnu ‘Abbas,
keduanya itu berkata, “Adalah Nabi
saw itu selamanya berqunut pada shalat shubuh, dan pada shalat witir pada waktu
malam dengan doa itu.”
Keterangan
:
Pada
sanadnya ada rawi yang majhul (tidak dikenal). (Subulus-salam I : 187)
Penjarahan
terhadap Rawi :
Pada
sanad hadits ini terdapat rawi yang bernama Abdurrahman Bin Hirmaz.
Komentar para
ulama :
Imam
Ibnu Hajar telah melemahkannya.
Hadits Kesepuluh :
حدثنا أبو بكر
قال حدثنا يحيى بن سعيد عن العَوَّامُ بْنُ حَمْزَة َقَالَ سَأَلْتُ اَبَا
عُثْمَانَ عَنِ الْقُنُوْتِ فِي
الصُّبْحِ, قَالَ : بَعْدَ الرُّكُوْعِ ؟ فَقُلْتُ : عَمَّنْ : قَالَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ
و عمر وَعُثْمَانَ
Dari
‘Awwam bin Hamzah, ia berkata, saya bertanya kepada Abu Utsman perihal qunut
shubuh, ia berkata, sesudah rukuk, kemudian ia berkata, dari mana keterangan
itu, jawabnya, Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman. (H.R al-Baihaqi, sanadnya
hasan. Al-Sunan al-Kubra 2 : 202)
Keterangan
:
قلت : كيف
يكون إسنادا حسنا والعوام تقدم قريبا أن يحيى قال ليس بشيء, وقال أحمد له أحاديث
مناكير, ورواية يحيى بن سعيد عنه إن دلت على ثقته عنده كما مر, فما ذكرناه يدل على
ضعفه, والجرح مقدم على التعديل. – الجوهر النقى)
Aku
(mushannif) berkata : “Bagaimana mungkin sandnya hasan, sedangkan terlebih dahulu
telah dijelaskan bahwa Yahya menilainya tak apa-apa, dan menurut (pendapat)
imam Ahmad ia mempunyai hadits-hadits yang munkar.” Dan riwayat Yahya bin Sa’id
meski menunjukkan ketsiqatannya, maka apa yang telah kami jelaskan justru
menunjukkan kedha’ifannya, sedangkan menurut qaidah : “Anggapan cacat mesti
didahulukan daripada anggapan yang menunjukkan adil.” (al-Jauhar a-Nnaqi 2 :
202)
Hadits Kesebelas :
قال الشافعي
رحمه الله تعالى حكى عدد صلاة النبي صلى
الله عليه وسلم الجمعة فما علمت أحدا منهم
حكى أنه قنت فيها إلا أن تكون دخلت في جملة قنوته في الصلوات كلهن حين قنت
على قتلة أهل بئر معونة ولا قنوت في شيء
من الصلوات إلا الصبح
Ali
Melakukan Qunut untuk Ahlul Bir Maunah yang terbunuh, dan ia tidak melakukan
qunut pada setiap shalat kecuali shalat Shubuh.
Keterangan
:
Hadits
ini bertentangan dengan hadits shahih yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hadits keduabelas :
قال
البيهقي رواة القنوت بعد الرفع أكثر وأحفظ وعليه درج الخلفاء الراشدون وروى الحاكم
أبو أحمد في الكنى عَنْ الْحَسَنُ البَصْرِيُ قَالَ صَلَيْتُ خَلْفَ ثَمَانِيَةٍ
وَعِشْرِيْنَ بَدَرِيًا كُلُّهُمْ يَقْنَتُ فِي الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ وإسناده ضعيف
Telah
berkata Hassan al-Basri, “Saya pernah shalat di belakang dua puluh shahabat
yang pernah turut perang badar, semuanya itu berqunut pada shalat shubuh
sesudah ruku’.”
(تلخيص الحبير )
وروى
الحاكم أبو أحمد في الكنى عن الحسن البصري قال صليت خلف ثمانية وعشرين
بدريا كلهم يقنت في الصبح بعد الركوع قال الحافظ وإسناده ضعيف
(نيل
الأوطار)
Keterangan :
Penjarahan terhadap rawi :
Pada
sanad hadits di atas terdapat rawi yang bernama Abu Ahmad.
Komentar para ulama :
Imam
Ibnu Hajr al-Asqalani berkomentar, ia itu dha’if
B. Dalil yang digunakan golongan
yang melarang Qunut shubuh
Hadits Pertama :
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ
الْأَحْوَلُ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قنت شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ
Dari
Anas bin Malik ia berkata, “Bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam pernah berqunut selama satu
bulan, yaitu ketika para sahabat yang hafal qur'an terbunuh, dan saya tidak
pernah melihat beliau sangat berduka cita dengan peristiwa tersebut.” (H.R
al-Bukhari)
Hadits Kedua :
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
Dari
Anas bin Malik ia berkata, “Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam berqunut selama satu bulan
kemudian ia meninggalkannya (qunut).” (H.R Muslim)
Bantahan
:
قال
الإمام النووى : وأما الجواب عن حديث أنس وأبى هريرة فى قوله, ثم تركه, فالمراد
ترك الدعاء على أولئك الكفار ولعنتهم فقط لا ترك جميع القنوت أو ترك القنوت فى
الصبح. وهذا تأويل متعين لأن حديث أنس فى قوله, لم يزل يقنت حتى فارق الدنيا, صحيح
صريح.
Menurut
Imam Nawawi, bahwa jawaban (bantahan) terhadap hadits Anas dan Abi Hurairah
tentang pertanyaan, Tsumma tarakahu (kemudian Nabi meninggalkan qunut), yang
dimaksud adalah meninggalkan do’a qunut untuk mereka yang kafir, serta
meninggalkan kutukan terhadap mereka, bukan berarti meninggalkan semua qunut,
atau meninggalkan qunut shubuh. Dan ta’wil ini pasti (benar) sekali, karena
hadits Anas yang menyatakan : Nabi tidak henti-hentinya qunut sampai meninggal
dunia”, adalah hadits shahih lagi sharih (tegas). (al-Majmu’ 3 : 505)
Jawaban
(atas bantahan) :
وليس الأمر
كذالك لأنه قد ضعفه غير واحد من الأئمة لأن فيه أبو جعفر الرازي, وهو ضعيف كما
تقدم
Tidak
demikian halnya, karena hadits tersebut telah dinyatakan dha’if bukan oleh
seorang ahli hadits, sebab pada hadits tersebut ada rawi yang bernama Abu Ja’far
ar-Razi, yang dia itu dha’if, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.
وفى القاعدة :
الجرح مقدم على التعديل
Menurut
qaidah : “Tuduhan jarah (cacat) harus didahulukan (diutamakan) daripada
anggapan ‘adil (jujur).”
ولو صح لم يكن
فيه دليل على هذا القنوت المتعين ألبته
Menurut
Ibnu Qayyim : “Andaikata hadits itu shahih (tetap) tidak dapat dijadikan dalil
kebenaran qunut tertentu (shubuh). (Zaadul Ma’aad : 1 : 70)
Hadits Ketiga :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ يَزِيدَ
عَنْ هِلَالِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَنَتَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي
الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ
يَدْعُو عَلَيْهِمْ عَلَى حَيٍّ مِنْ بَنِي
سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
Ibnu
Abbas berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam pernah berqunut selama satu bulan terus
menerus dalam shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh, diakhir setiap
shalat sesudah membaca “Sami Allahu liman hamidah,” di rakaat yang akhir, beliau
mendoakan kecelakaan atas suku bani Sulaim, yaitu Ri'lin, Dzakwan, dan ‘Ushayyah,
serta diiringi amin oleh orang-orang dibelakangnya.” (H.R Abu Dawud dan
Ahmad).
Dan
ia menambahkan bahwa Nabi mengirimkan utusan kepada mereka untuk mengajak
mereka masuk Islam, namun mereka membunuh utusan-utusan itu.
Dan
Ikrimah berkata : Kejadian ini adalah permulaan adanya qunut. (Nailul Authar 2
: 390).
Menurut
Syaukani, bahwa yang benar ialah pendapat orang yang mengatakan bahwa qunut itu
khusus (dilakukan) manakala terjadi nazilah (bencana/malapetaka), dan dalam hal
itu selayaknya tidak dikhususkan dalam shalat-shalat tertentu saja. (al-Fathu
ar-Rabbani 3 : 350)
Hadits Keempat :
أَخْبَرَنَا
قُتَيْبَةُ عَنْ خَلَفٍ وَهُوَ ابْنُ خَلِيفَةَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ
عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ
وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُثْمَانَ فَلَمْ
يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِيٍّ فَلَمْ يَقْنُتْ ثُمَّ قَالَ يَا بُنَيَّ
إِنَّهَا بِدْعَةٌ
Dari
Abu Malik al-Asyja'i, ayah saya pernah berkata, “Aku pernah shalat di
belakang Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, maka beliau tidak perqunut, dan aku pernah shalat di
belakang Abu bakar dan ia tidak berqunut, dan aku pernah shalat di belakang Umar
ia tidak pernah berqunut, dan aku pernah shalat di belakang Utsman dan iapun tidak
berqunut, dan aku pernah shalat di belakang Ali dan iapun tidak qunut, kemudian
dia (ayah saya berkata) hai anakku sesungguhnya (qunut) itu bid'ah.” (H.R an-Nasai)
Hadits Kelima :
عن
أبي مالك الأشجعى قال : قلت لأبى يا أبت إنك قد صليت خلف رسول الله صلعم وأبى بكر
وعمر وعثمان وعلي ههنا بالكوفة قريب من خمس سنين, أكانوا يقنتون ؟ قال : أي بني
محدث. (رواه أحمد والترمذي وصححه وابن ماجه)
Dari
Abi Malik al-Asyja’I, ia berkata, “Aku bertanya kepada bapakku, wahai
bapakku. Sesungguhnya engaku shalat bersama Rasulullah saw, Abu Bakar, ‘Umar
dan ‘Utsman di kuffah kira-kira 5 tahun, apakah mereka suka melakuka qunut?,
ia menjawab, “Wahai anaku! Itu adalah perkara bid’ah.” (H.R Ahmad dan
at-Tirmidzi dan ia menshahihkannya serta menurut Ibnu Majah)
Hadits Keenam :
رواه
البزار وابن أبي شيبة والطبراني والطحاوي كلهم من حديث بن مسعود أنه قال لم يقنت
رسول الله صلى الله عليه وسلم في الصبح الا شهرا ثم تركه ثم لم يقنت قبله ولا
بعده وقال روى الخطيب في كتاب القنوت عن أنس ان النبي صلى الله عليه وسلم كَانَ لاَ يَقْنُتُ اِلَّا إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ دَعَا عَلَيْهِمْ
Diriwayatkan
oleh Al-Bazar, Ibnu Abi Syaibah, at-Thabrani, ath-Thahawi, semuanya dari hadits
Ibnu Mas'ud, Ia berkata, “Rasululah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidak berqunut kecuali satu bulan,
kemudian beliau meninggalkannya, tidak berqunut sesudahnya atau sebelumnya,
telah berkata dalam riwayat Al-Khatib, dalam kitab qunutnya, dari Anas,
sesungguhnya Nabi saw tidak pernah qunut, kecuali mendoakan kebaikan atau
kecelakaan atas suatu kaum.” (Syarah Sunnan Ibnu Majah)
Hadits Ketujuh :
أخبرنا
أبو عبد الله الحافظ أخبرني أبو الحسن العنزي ثنا عثمان بن سعيد ثنا موسى بن
إسماعيل ثنا همام عن قتادة عن أبي مجلز قال ثم صَلَيْتُ مَعَ بْنِ عُمَرَ صَلاَةِ
الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتُ فَقُلْتُ لاِبْنِ عُمَرَ لا أَرَاكَ تَقْنُتُ قَالَ لاَ أَحْفُظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصَحَابِنَا
Dari
Abu mijlaz telah berkata, “Saya pernah shalat berserta Ibnu Umar pada shalat
shubuh, maka ia tidak berqunut, lalu saya bertanya kepadanya, mengapa saya
tidak lihat Anda berqunut? maka ia menjawab, saya tidak mendapatkan berita dari
seorang shahabatpun.” (H.R al-Baihaqi)
Hadits Kedelapan :
وروى
ابن خزيمة في صحيحه من طريق سعيد عن قتادة عن أنس أن النبي صلى الله عليه وآله
وسلم لم يقنت إلا إذا دعا لقوم أو دعا على قوم فاختلفت الأحاديث عن أنس واضطربت
فلا يقوم لمثل هذا حجة انتهى إذا تقرر لك هذا علمت أن الحق ما ذهب إليه من قال إن
القنوت مختص بالنوازل وإنه ينبغي ثم نزول النازلة أن لا تخص به صلاة دون صلاة وقد
ورد ما يدل على هذا الاختصاص من حديث أنس ثم ابن خزيمة في صحيحه وقد تقدم ومن حديث
أبي هريرة ثم ابن حبان بلفظ كان لا يقنت
إلا أن يَدْعُوْ لِأَحَدٍ أَوْ يَدْعُوْ عَلَى أَحَدٍ.
Abu
Hurairah berkata, “Bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah berqunut melainkan apabila ia
mendoakan (kebaikan) atas seseorang, atau mendoakan kecelakaan atas seseorang.”
(H.R Ibnu Khuzaimah). (Nailul Authar 2: 396)
Hadits Kesembilan :
وعن
أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت في صلاة
الفجر إلا إذا دعا لقوم أو دعا على قوم. رواه
سعيد
Abu
Hurairah berkata, “Bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tak pernah berqunut pada shalat shubuh
melainkan apabila ia mendoakan (kebaikan) atas suatu kaum, atau mendoakan
kecelakaan atas suatu kaum.” (H.R Sa'id bin Manshur). (al-Mughni Juz 1 hal
450)
Hadits Kesepuluh :
عن
عروة الهمذاني عن الشعبي قال لَمَّا قَنَتَ عَلِيٌّ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ أَنْكَرَ ذَلِكَ النَّاسِ فَقَالَ عَلِيٌّ إِنَّمَا اِسْتَنْصَرْنَا عَلَى
عَدُوِّنَا
Telah
berkata Sya’bi, “Ketika Ali berqunut pada shalat shubuh, maka orang-orang
menegurnya, maka ‘Ali berkata, sesungguhnya kami melakukan ini untuk minta
pertolongan kepada Allah untuk mencelakakan musuh kami.” (H.R Sa'id bin
Manshur). (al-Mughni Juz 1 : 450)
Hadits Kesebelas :
روى ابن حبان
والخطيب وابن خزيمة عن أنس أن النبي صلعم كان لايقنت في صلاة الصبح إلا إذا دعا
لقوم أو دعا على قوم. هذا لفظ ابن حبان
Ibnu
Hibban, al-Khatib dan Ibnu Khuzaimah telah meriwayatkan dari Anas, bahwa
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidak qunut pada shalat shubuh, kecuali mendo’akan keselamatan untuk
satu kaum atau mendo’aka kecelakaan untuk mereka. Ini adalah lafazh (riwayat)
Ibnu HIbban.
ومن حديث أبي
هريرة عند ابن حبان بلفظ, كان لا يقنت إلا أن يدعو على أحد
Hadits
dari Abi Hurairah, menurut riwayat Ibnu HIbban dengan lafazh, “Adalah Nabi tidak
qunut, kecuali jika mendo’akan keselamatan atau kecelakaan seseorang.” (Nailul
Authar 2 : 387).
Hadits Keduabelas :
حَدَّثَنَا
مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَأُقَرِّبَنَّ صَلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِنْ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَصَلَاةِ الْعِشَاءِ
وَصَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ مَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَيَدْعُو
لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ
Abu
Hurairah r.a. berkata, “Sungguh akan aku tunjukkan kepadamu shalat Nabi saw,
maka Abu Hurairah qunut pada rakaat yang akhir dari shalat zhuhur, isya dan
shubuh, setelah mengucapkan sami'allahu liman hamidah, ia mendoakan keselamatan
kaum mukmin dan ia melaknat kaum kafir.” (H.R al-Bukhari)
Hadits Ketigabelas :
عن
زائدة عن منصور حدثنى مجاهد وسعيد ين جبير أن ابن عباس كان لا يقنت فى صلاة الفجر.
وهذا سند صحيح
Dari
Zaidah, dari Manshur, telah mengabarkan kepadaku Mujahid dan Sa’id bin Zubair, “Sesungguhnya
Ibnu ‘Abbas tidak melakukan qunut pada shalat fajar, dan hadits ini shahih.”
Hadits Keempatbelas :
عن
سعيد بن جبير أن ابن عباس وابن عمر كانا لا يقنتان فى الفجر
Dari
Sa’id bin Zubair, “Bahwa sesungguhnya Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar keduanya
tidak melakukan qunut pada shalat fajar (shubuh).”
Hadits Kelimabelas :
عن
عمران بن الحارث قال : صليت مع ابن عباس فى داره صلاة الصبح فلم يقنت قبل الركوع
ولا بعده
Dari
Imran bin Harits, ia berkata : “Aku shalat bersama dengan Ibnu ‘Abbas di
rumahnya, yaitu shalat shubuh, dan tidak melakukan qunut, baik sebelum ruku’
maupun setelahnya.”
Hadits Keenambelas :
قال
سعيد بن جبير : لم يكن عمر يقنت وصليت مع ابن عمر وابن عباس الصبح فكانا لا يقنتان
Berkata
Said bin Zubair : “Adalah ‘Umar tidak
melaksanakan qunut itu, aku melaksanakan shalat shubuh bersama Ibnu ‘Umar dan
Ibnu ‘Abbas, keduanya juga tidak melaksanakan qunut.”
فهذه
رواية جماعة عن ابن عباس فهي أولى من رواية واحدة
Hadits
ini diriwayatkan orang banyak dari Ibnu ‘Abbas, maka (kedudukan) hadits ini
lebih utama daripada riwayat seseorang. (al-Jauhar an-Naqi 2 : 205)
Hadits-hadits
Ibnu ‘Abbas di atas sebagai bantahan dari hadits Ibnu ‘Abbas juga yang
membolehkan qunut shubuh, sebagaimana hadits yang tercantum sebelumnya.
Qunut Shubuh terjadi dalam
sejarahnya adalah karena banyak kaum Muslimin (terutama para Hufazh) yang terbunuh
oleh kaum Musyrikin di Bi’r Ma’unah, maka Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam mendoakan keburukkan
kepada kaum Musyrikin itu terus menerus dalam shalat selama satu bulan.
Dari dua pendapat di atas, pendapat
kedualah yang dipilih karena berdasarkan pemahaman keilmuan, pendapat kedua
lebih Rajih (kuat).
Maka jika kita masukkan kaidah ushul,
الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ الْعِلَّةِ
وُجُوْدًا وَ عَدَمًا
“Hukum itu
berputar bersama illatnya (sebab), dalam mewujudkan dan meniadakan Hukum.”
Maka pendapat firqah pertama tertolak
disebabkan illat hukumnya tidak dipenuhi, yaitu Bencana besar yang dialami
oleh kaum muslimin. Dan kalaupun ada bencana atau mendoakan kebaikan, tidak dilakukan
terus menerus.
Kesimpulan :
1.
Qunut shubuh dengan do’a “Allaahumma ihdinii fii man hadaita….(dan seterusnya)
itu tidak disyari’atkan, karena hadits-haditsnya dha’if, tidak dapat dijadikan
hujjah.
2. Mengingat ada qaidah ; “Manakala para ulama
ragu-ragu menetapkan antara sunnah dengan bid’ah maka lebih baik ditinggalkan.”
3.
Berdasarkan qaidah : “Meninggalkan yang
ragu-ragu kesunnahannya lebih baik daripada mengamalkan yang dikhawatirkan
terjatuh kepada bid’ah.”
Maksudnya :
Apabila para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan sesuatu antara sunnat
dengan bid’ah, maka lebih baik ditinggalkan. Seperti halnya dalam qunut shubuh,
sebagian ulama menetapkan sunnat, sementara ulama yang lain menetapkan bid’ah,
maka dalam hal ini lebih baik qunut tersebut ditinggalkan. Andaikan qunut itu
sunnat, ia tidak berdosa hanya tidak mendapat pahala saja, akan tetapi
andaikata qunut itu bid’ah, maka tentu akan mendapatkan sanksi apabila
melakukannya.(lihat di pembahasan Bid'ah)
4.
Juga (qunut) itu tidak diamalkan oleh
orang-orang Makkah, serta Madinah sampai di zaman kita sekarang ini.
5.
Disyari’atkan qunut nazilah apabila terjadi malapetaka dan bencana terhadap
umat Islam, serta hendaklah ditinggalkan apabila bencana itu telah hilang, dan
(pelaksanaannya) tidak dikhususkan dalam shalat shubuh saja.
6. Sedangkan untuk do’a qunut shubuh yang dilakukan
terus menerus tanpa adanya musibah yang dapat menggoncang kaum muslimin,
dikarenakan hadits-haditsnya tidak ada yang shahih malah bertentangan dengan
hadits-hadits shahih lainnya, maka perbuatan itu adalah perbuatan mengada-ada
yang tidak dicontohkan Rasulullah saw.
7.
Juga disyari’atkan Thuulul qiyam (Lama berdiri) dengan bacaan surat-surat
al-Quran yang panjang dalam shalat shubuh, itupun salah satu yang dimaksud
dengan qunut.
8. Untuk do’a qunut nazilah, tidak ada do’a
khusus, tetapi Nabi berdoa sesuai tuntutan keadaan serta suasana (kondisi).
9. Menurut Syeikh al-Hafizh Zainuddin al-Iraqi,
yang dimaksud dengan lafazh qunut itu banyak artinya, menurutnya :
معنى القنوت :
قال الشيخ الحافظ زين الدين العراق : ولفظ القنوت اعدد معانيه تجد مزيدا على عشر
معانى مرضية, دعاء, خشوع, والعبادة طاعة, إقامتها إقرارها بالعبودية, سكوت صلاة
والقيام وطوله, كذالك دوام الطاعة الرابح القينه
Lafazh qunut
itu hitunglah olehmu! Niscaya engkau akan mendapatkan lebih dari 10 arti yang
dapat diterima, antara lain : do’a, khusyu, ibadah dan melaksanakan ibadah,
mengakui kewajiban ibadah, diam dalam shalat dan lama berdiri, demikianpun
melaksanakan tha’at, yang beruntung adalah yang mendapatkannya. (Fathul Baari 2
: 409).